Kamis, 07 Oktober 2010

Penelusuran Ex Jalur Kereta Api NIS Ngabean-Pundong


Foto: Pabrik Gula Kedaton Pleret tahun 1935 (Sumber Foto: KITLV)

Salah satu kegiatan yang pernah dilakukan oleh Indonesian Railways Preservation Society (IRPS) Yogyakarta adalah menelusuri jalur mati Ngabean-Pundong yang telah dicabut Jepang pada perang dunia II.

Perlu diketahui, kami menelusuri jalur ini dari sebuah peta lama tahun 1935 yang kami dapat dari maps.kit.nl dan kami padukan dengan image google maps dari maps.google.com.

Jalur ini merupakan jalur cabang dari jalur Yogya-Bantul-Sewugalur yang dibangun oleh perusahaan swasta kereta api Hindia Belanda (Nederlandsch-Indische Spoorweg Maatschappij (NISM)) yang dimulai dari Stasiun Ngabean dengan lebar gauge rel 1435 mm. Jalur ini dibangun dalam dua tahap yaitu dari Stasiun Ngabean-Pasar Gedeh (Kotagede) pada 15 Desember 1917 dengan panjang 6 kilometer. Kemudian pada 15 Januari 1919 dilanjutkan pada ruas Pasar Gedeh-Pundong dengan panjang 21 kilometer (Sumber: Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid 1, Penerbit Angkasa, Bandung).

Urutan stasiun dan halte di jalur ini adalah Stasiun Ngabean-Stasiun Timuran-Halte Sidikan-Stasiun Passer Gede (Kotagede)-Halte Kuncen (Banguntapan)-SF. Kedaton Plered-Halte Wonokromo- Halte Ngentak-Halte Djetis-Halte Barongan-SF. Barongan-Halte Patalan-SF. Pundong-Stasiun Pundong.

Jalur ini selain untuk melayani angkutan penumpang juga melayani angkutan untuk pabrik gula. Oleh karena itu jalur ini melewati beberapa pabrik gula tua atau dalam bahasa Belanda disebut Suiker Fabriek (SF) yaitu SF. Kedaton Plered, SF. Barongan (Jetis), SF. Bambanglipuro (Ganjuran), dan SF. Pundong.

Kondisi saat ini:

1. Ngabean-Kotagede

Eks Jalur KA ini berada di tepi Jalan raya dimulai dari Pojok Beteng Kulon hingga Kotagede. Di jalur ini hanya ada satu stasiun yaitu Stasiun Timuran yang menurut peta tahun 1935 peninggalan Belanda, stasiun Timuran berada di Jl. Mayjen. Sutoyo dan berada di sisi barat pojok bereng wetan, akan tetapi sisa-sisa sekarang sudah tidak dapat ditemukan lagi.

2. Kotagede-Pundong

Jalur dari Kotagede sampai jalan Ringroad timur sudah berubah menjadi jalan kampung. Disini tidak ditemukan bekas-bekas jalur KA. Tetapi kami dapat mengenali kalau jalur ini adalah jalur KA dengan melihat tikungannya yang khas. Di akhir tahap ini kemudian terlihat bahwa jalur ini menyeberang Ringroad. Kami kehilangan jejak ketika menelusuri di seberang Ringroad dikarenakan telah berubah menjadi rumah penduduk dan tak tampak lagi jalurnya.

Jalur dari seberang Ringroad sampai hingga Kedaton Plered eks jalur KA ini melintasi persawahan dan berada di sisi jalan raya Banguntapan-Plered. Di daerah ini eks jalur KA sudah hampir hilang jejaknya, akan tetapi kami dapat mengenali jalur KA tersebut lewat image dari google maps yang dipadukan dengan peta lama tahun 1935 peninggalan Belanda dari maps.kit.nl. Di tengah persawahan kami menemukan eks rail bed (rail baan), hal ini dibuktikan dari image di google maps dan juga sisa-sisa tanah yang berbentuk seperti bantalan rel di daerah Banguntapan.

Di daerah Kedaton Plered sisa pabrik gula sudah tidak dapat dikenali lagi, karena sudah menjadi kompleks perkampungan dan Kantor Kecamatan Plered. Kemudian rel mengarah ke daerah Wonokromo dan menuju Jetis, Bantul. Di sini sisa-sisa rail bed (rail baan) masih terdapat di tengah persawahan dan ditumbuhi pohon kelapa. Di kecamatan Jetis sebenarnya ada halte Djetis, tetapi sisa-sisanya sudah tidak dapat ditemui lagi. Akan tetapi, jalur KA yang mengarah ke Barongan terdapat pondasi beton tua eks jembatan KA yang menyeberangi sungai Code di Barongan. Beton pondasi jembatan tersebut juga tak lupa kami dokumentasikan.

Di Barongan kami bertemu dengan seorang warga yang berusia sekitar 70 tahunan dan beliau menceritakan tentang eks jembatan KA tersebut, bahwa sebenarnya posisi rail bed lebih tinggi dari perkampungan di sekitarnya, akan tetapi karena bergulirnya waktu, tanah tersebut diambil dan sehingga posisi rail bed menjadi lebih rendah dan telah hilang sama sekali.

Kemudian eks jalur KA ini mengarah ke Barongan, dan di sini sisa-sisa PG Barongan juga sudah tak dapat dikenali lagi. Kemudian jalur rel KA mengarah ke Patalan dan Pundong. Dan sisa-sisa eks jalur KA ini kebanyakan sudah menjadi jalan kampung, dan sebagian ada yang hilang sama sekali di tengah persawahan. Hal ini dapat dimaklumi karena jalur ini dicabut saat masa penjajahan Jepang (sekitar tahun 1943-1944) dan sebagian relnya dibawa ke Burma. Sehingga saat masa kemerdekaan, jalur rel ini sudah tak dipakai lagi dan tak berbekas.

Sesampainya di Pundong, sisa-sisa eks PG Pundong sudah menjadi perkampungan. Di tengah sawah kami memperkirakan di sinilah depo kereta api dengan melihat sumur tua di tengah sawah yang berukuran besar dengan empat tiang mungkin bekas tower. Sedangkan sisa eks stasiun Pundong sendiri sekarang sudah tak berbekas sama sekali dan kami memperkirakan sekarang sudah menjadi perkampungan.

Demikianlah penelusuran jalur KA dari Ngabean ke Pundong yang dilakukan oleh Tim IRPS Yogyakarta. Tunggu laporan penelusuran eks jalur KA dan peninggalannya yang selanjutnya.

Tim IRPS YK:

- Fajar Arifianto

- Bagas Widiarsa

- Rezza Habibie

- Ersta Kurniawan

- Laksana Gema P.

- Umbar Prakoso

- Ican Hadi P.

- Soni Gumilang (Jakarta)

2 komentar:

rde mengatakan...

saya menemukan bekas stasiun pundong sekarang telah menjadi pasar pundong , disebelah utara pasar ada baja yg telah berkarat kemungkinan baja tersebut bekas baja jembatan kecil di dekat stasiun pundong dulu

Fuad mengatakan...

Di jalan imogiri barat sekitar dusun Bakung pada tahun 1997an masih sering lewat lori menuju ke perkebunan tebu di timurnya. Pun masih ada peninggalan jembatan rel yang bersebelahan dengan jembatan baru.